Sunan Bayat
SEJARAH & NASAB SUNAN BAYAT & SUNAN PANDANARAN
by AZMAT KHAN AL-HUSAINI (Pattani, Royal Kelantan, Walisongo Family & Relatives etc.) on Sunday, July 18, 2010 at 10:28pm
"Tulisan ini mencoba menjelaskan "versi" sejarah & nasab Sunan Bayat & Sunan Pandanaran yang berdasarkan penelitian penulisnya, dianggap lebih mendekati kebenaran & kevalidan"
Oleh : Habibullah Ba-Alawi Al-Husaini
Dalam Forum diskusi Group Majelis Dakwah Wali Songo
[Data Sejarah Dari catatan Al-Habib Bahruddin Azmatkhan Ba'alawi tahun 1979]
Data Tentang Sunan Bayat & Sunan Pandanaran :
I. Nama asli Sunan Bayat : Sayyid Maulana Muhammad Hidayatullah
Nama Lain / Gelar-gelar Sunan Bayat adalah:
1. Pangeran Mangkubumi,
2. Susuhunan Tembayat,
3. Sunan Pandanaran (II), [Kata-kata Pandanaran juga berasal dari bahasa Jawa Kawi yaitu Pandan arang = artinya kota Suci]
4. Wahyu Widayat
Beliau Hidup pada masa Kesultanan Demak dan Giri Kedathon (Pad abad ke-16 M, di era Kesultanan Demak tersebut, Jabatan penasehat Sultan dipegang oleh Sunan Giri, Dan Sunan Giri mendirikan Kerajaan di daerah Giri Gresik dengan nama Giri Kedathon dan merupakan Kerajaan bagian dari kesultanan Demak)
Makam beliau terletak di perbukitan ("Gunung Jabalkat" berasal dari kata Jabal Katt artinya Gunung yang tinggi dan jauh ) di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang.
II. Ayah Sunan Bayat atau Sunan tembayat adalah Sayyid Abdul Qadir yang lahir di Pasai, putra Maulana Ishaq. Beliau diangkat dengan arahan Sunan Giri yang merupakan saudara seayahnya untuk Menjadi Bupati Semarang yang pertama, dan bergelan Sunan Pandan arang.
Beliau lantas berkedudukan di Pragota, yang sekarang adalah tempat bernama Bergota di kelurahan Randusari, Semarang Selatan. Dahulu Pragota berada sangat dekat dengan pantai, karena wilayah Kota Lama Semarang merupakan daratan baru yang terbentuk karena endapan dan proses pengangkatan kerak bumi. Tanah Semarang diberikan kepada Pandan Arang oleh Sultan Demak. Beliau wafat di Kelurahan Mugassari Semarang Selatan.
Sunan Bayat
SEJARAH & NASAB SUNAN BAYAT & SUNAN PANDANARAN
by AZMAT KHAN AL-HUSAINI (Pattani, Royal Kelantan, Walisongo Family & Relatives etc.) on Sunday, July 18, 2010 at 10:28pm
"Tulisan ini mencoba menjelaskan "versi" sejarah & nasab Sunan Bayat & Sunan Pandanaran yang berdasarkan penelitian penulisnya, dianggap lebih mendekati kebenaran & kevalidan"
Oleh : Habibullah Ba-Alawi Al-Husaini
Dalam Forum diskusi Group Majelis Dakwah Wali Songo
[Data Sejarah Dari catatan Al-Habib Bahruddin Azmatkhan Ba'alawi tahun 1979]
Data Tentang Sunan Bayat & Sunan Pandanaran :
I. Nama asli Sunan Bayat : Sayyid Maulana Muhammad Hidayatullah
Nama Lain / Gelar-gelar Sunan Bayat adalah:
1. Pangeran Mangkubumi,
2. Susuhunan Tembayat,
3. Sunan Pandanaran (II), [Kata-kata Pandanaran juga berasal dari bahasa Jawa Kawi yaitu Pandanarang = artinya kota Suci]
4. Wahyu Widayat
Beliau Hidup pada masa Kesultanan Demak dan Giri Kedathon (Pad abad ke-16 M, di era Kesultanan Demak tersebut, Jabatan penasehat Sultan dipegang oleh Sunan Giri, Dan Sunan Giri mendirikan Kerajaan di daerah Giri Gresik dengan nama Giri Kedathon dan merupakan Kerajaan bagian dari kesultanan Demak)
Makam beliau terletak di perbukitan ("Gunung Jabalkat" berasal dari kata Jabal Katt artinya Gunung yang tinggi dan jauh ) di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang.
II. Ayah Sunan Bayat atau Sunan tembayat adalah Sayyid Abdul Qadir yang lahir di Pasai, putra Maulana Ishaq. Beliau diangkat dengan arahan Sunan Giri yang merupakan saudara seayahnya untuk Menjadi Bupati Semarang yang pertama, dan bergelan Sunan Pandan arang.
Beliau lantas berkedudukan di Pragota, yang sekarang adalah tempat bernama Bergota di kelurahan Randusari, Semarang Selatan. Dahulu Pragota berada sangat dekat dengan pantai, karena wilayah Kota Lama Semarang merupakan daratan baru yang terbentuk karena endapan dan proses pengangkatan kerak bumi. Tanah Semarang diberikan kepada Pandan Arang oleh Sultan Demak. Beliau wafat di Kelurahan Mugassari Semarang Selatan.
Jadi Sayyid Abdul Qadir adalah Sunan Pandan arang, jabatannya Bupati Semarang, Gelarnya adalah Maulana Islam, lahir di Pasai, wafat di Semarang.
Gelar-gelar Sayyid Abdul Qadir bin Maulana Ishaq :
1. Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang.
2. Sunan Pandanaran 1
3. Maulana Islam
4. Sunan Semarang
III. Ibu Sunan Bayat atau istri Sunan Pandanaran I bernama Syarifah Pasai adik Pati Unus @ Raden Abdul Qadir (Mantu Raden Patah Demak) putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara putra seorang Muballigh pendatang dari Parsi yang dikenal dengan sebutan Syekh Khaliqul Idrus @ Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) bin Imam Besar Hadramawt Syekh Muhammad Al Faqih Al Muqaddam.
IV. Nasab Sunan Bayat & Sunan Pandanaran I :
Ada berbagai versi yang beredar ttg Nasab Sunan Pandanaran, sebagian besar babad menyatakan bahwa ia adalah putra dari Pati Unus @ Panembahan Sabrang Lor (sultan kedua Kesultanan Demak) yang menolak tahta karena lebih suka memilih mendalami spiritualitas. Posisi sultan ketiga Demak kemudian diberikan kepada pamannya. Pendapat lain menyatakan bahwa ia adalah saudagar asing, mungkin dari Arab, Persia, atau Turki, yang meminta izin sultan Demak untuk berdagang dan menyebarkan Islam di daerah Pragota. Izin diberikan baginya di daerah sebelah barat Demak. Cerita lain bahkan menyebutkan ia adalah putra dari Brawijaya V, raja Majapahit terakhir, meskipun tidak ada bukti tertulis apa pun mengenainya.
Berbagai versi di atas tidak dapat dipertanggung jawabkan dan perlu diluruskan. Versi Pertama muncul karena Ki Ageng Pandan Arang memiliki hubungan dekat dengan Pati Unus. Hubungan Ki Ageng pandan Arang atau Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Pandanaran dengan Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor) menurut Habib Bahruddin adalah hubungan anak angkat dengan ayah angkat.
Pati Unus mengangkat Sunan Pandanaran sebagai anak angkatnya. Karena Syarifah Pasai adalah adik kandung Pati Unus.
Pendapat kedua muncul karena Sunan Pandanaran nampak seperti orang asing karena memang memiki darah Arab, sbgmn akan kita lihat dalam data di bawah; namun kisahnya sbg saudagar tidak tepat, lantas pendapat ketiga merupakan kebiasaan mitos setempat melegitimasikan kekuasaan akan suatu daerah karena dianggap sebagai turunan Penguasa Jawa sebelumnya yakni dari Majapahit, riwayat ini amat lemah karena tidak ada bukti tertulis apa pun mengenainya.
Riwayat dari catatan habib Bahruddin ba'alawi, tahun 1979, telah menggugurkan hikayat atau babad yang menceritakan bahwa Ki Ageng pandanaran adalah anak kandung Pati Unus dan versi-versi lainnya
Nasab Sunan Pandanaran & Sunan Bayat :
1. Nabi Muhammad
2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra
3. Al-Husain
4. Ali Zainal Abidin
5. Muhammad Al-Baqir
6. Ja’far Shadiq
7. Ali Al-Uraidhi
8. Muhammad
9. Isa
10. Ahmad Al-Muhajir
11. Ubaidillah
12. Alwi
13. Muhammad
14. Alwi
15. Ali Khali’ Qasam
16. Muhammad Shahib Mirbath
17. Alwi Ammil Faqih
18. Abdul Malik Azmatkhan
19. Abdillah
20. Ahmad Jalaluddin
21. Jamaluddin Al-Husain
22. Ibrahim Zainuddin Al-Akbar
23. Maulana Ishak
24. Maulana Islam @Ki Ageng Pandanaran @Sunan Pandanaran @Sayyid Abdul Qadir @Sunan Semarang
25. Sunan Bayat @ Sunan Tembayat @ Sunan Pandanaran II (diambil dari http://panjol-screabers.blogspot.com/2010/12/sunan-bayat.html)
MAKAM SUNAN TEMBAYAT
Di Kecamatan Bayat, Klaten, tepatnya di kelurahan Paseban, Bayat, Klaten terdapat Makam Sunan Bayat atau Sunan Pandanaran atau Sunan Tembayat yang memiliki desain arsitektur gerbang gapura Majapahit. Makam ini menjadi salah satu tempat wisata ziarah Wali Songo. Pengunjung dapat memarkir kendaraan di areal parkir serta halaman Kelurahan yang cukup luas.Sebelum menuju ke Makam , pengunjung melewati Pendopo,yang berada di depan Kelurahan Desa Paseban, di sebelah timur Pendopo, Pengunjung dapat membeli berbagai macam oleh oleh di Pasar Seni. Setelah mendaki sekitar 250 anak tangga, akan ditemui pelataran dan Masjid. Pemandangan dari pelataran akan nampak sangat indah di pagi hari.
Sunan Bayat (nama lain: Pangeran Mangkubumi, Susuhunan Tembayat, Sunan Pandanaran (II), Ki Ageng Pandanaran, atau Wahyu Widayat) adalah tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang disebut-sebut dalam sejumlah babad serta cerita-cerita lisan. Tokoh ini terkait dengan sejarah Kota Semarang dan penyebaran awal agama Islam di Jawa, meskipun secara tradisional tidak termasuk sebagai Wali Songo. Makamnya terletak di perbukitan (”Gunung Jabalkat”) di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah, dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang. Dari sana pula konon ia menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat wilayah Mataram. Tokoh ini dianggap hidup pada masa Kesultanan Demak (abad ke-16).
Terdapat paling tidak empat versi mengenai asal-usulnya, namun semua sepakat bahwa ia adalah putra dari Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang. Sepeninggal Ki Ageng Pandan Arang, putranya, Pangeran Mangkubumi, menggantikannya sebagai bupati Semarang kedua. Alkisah, ia menjalankan pemerintahan dengan baik dan selalu patuh dengan ajaran – ajaran Islam seperti halnya mendiang ayahnya. Namun lama-kelamaan terjadilah perubahan. Ia yang dulunya sangat baik itu menjadi semakin pudar. Tugas-tugas pemerintahan sering pula dilalaikan, begitu pula mengenai perawatan pondok-pondok pesantren dan tempat-tempat ibadah.
Sultan Demak Bintara, yang mengetahui hal ini, lalu mengutus Sunan Kalijaga dari Kadilangu, Demak, untuk menyadarkannya. Semula Ki Ageng Pandanaran adalah orang yang selalu mendewakan harta keduniawian. Berkat bimbingan dan ajaran-ajaran Sunan Kalijaga, Ki Ageng Pandanaran bisa disadarkan dari sifatnya yang buruk itu yang akhirnya Ki Ageng Pandanaran berguru kepada Sunan Kalijaga dan menyamar sebagai penjual rumput. Akhirnya, sang bupati menyadari kelalaiannya, dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan duniawi dan menyerahkan kekuasaan Semarang kepada adiknya.
Sunan Kalijaga menyarankan Ki Ageng Pandanaran untuk berpindah ke selatan, tanpa membawa harta, didampingi isterinya, melalui daerah yang sekarang dinamakan Salatiga, Boyolali, dan Wedi. Namun, diam-diam tanpa sepengetahuannya, sang istri membawa tongkat bambu yang di dalamnya dipenuhi permata. Dalam perjalanan mereka dihadang oleh kawanan perampok yang dipimpin oleh yang namanya sekarang disebut Syekh Domba.
Maka terjadilah perkelahian dan untung saja pasangan suami istri ini berhasil mengatasinya akhirnya Allah SWT murka kemudian dia berubah menjadi sebuah mahluk dengan perawakan manusia tetapi berkepala domba. Setelah terjadi demikian, akhirnya dia menyadari dan menyesal dengan segala perbuatannya, kemudian menyatakan diri sebagai pengikut Sunan Pandanaran yang kemudian dibawa oleh Sunan Pandanaran ke gurunya yaitu Sunan Kalijaga yang akhirnya kepala dia berubah kembali menjadi kepala manusia seperti semula. Setelah itu Syekh Domba diberi tugas untuk mengisi tempat wudhu pada padasan atau gentong pada masjid yang berada pada puncak bukit Jabalkat, Bayat.
Akhirnya Ki Ageng Pandanaran berhasil sampai dan menetap di Tembayat, yang sekarang bernama Bayat, dan menyiarkan Islam dari sana kepada para pertapa dan pendeta di sekitarnya. Karena kesaktiannya ia mampu meyakinkan mereka untuk memeluk agama Islam. Oleh karena itu ia disebut sebagai Sunan Tembayat atau Sunan Bayat.(diambil dari http://usangjoko.wordpress.com/)
http://ampundumeh.blogspot.com/